Headlines
Published On:Jumat, 06 Januari 2017
Posted by bperspektif

Lembaran Baru Sang Perantau di Turki


#Wardatul Ula, Wanita Aceh Merantau di Turki
Detik-Detik Terbaik Kehidupan

Pergantian tahun selalu menjadi halaman buku baru bagi saya. Buku yang semakin berbeda, tidak lagi seperti anak-anak kecil yang akan sekolah dengan berjuta perasaan nano-nano akan sekolah baru, dimulai dari awal menyampul buku. Tidak juga seperti anak sekolah lanjutan atau menengah. 

Ini sudah bukan buku bersampul lagi, sudah menjadi paper anak kuliahan. Sudah puluhan buku usai untuk menuliskan impian dan harapan baru di setiap tanggal 1 Januari, menghapuskan semua kesalahan-kesalahan di masa lalu. semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan atas anugerah umur untuk selalu menjadi lebih baik lagi, lagi, dan lagi.

Umur adalah rezeki dari Rabbi. Sehingga rasa syukur adalah hal pertama yang harus selalu hadir di setiap pertambahan angka usia. Tanggal 1 Januari bagi saya adalah kesempatan untuk mengaminkan doa-doa. Lalu membuat resolusi-resolusi terbaik dan me-muhasabah diri. Tidak hanya untuk tanggal khusus ini, tapi di setiap detik-detik berharga dari kehidupan.



Mungkin tidak sedikit detik-detik umur yang telah berlalu sia-sia, menit-menit yang tidak memberi makna. Terlalu banyak resolusi akan pencapaian dunia yang tidak seimbang dengan resolusi untuk akhirat. Ketika banyak waktu yang terbuang oleh banyaknya khayalan kosong.

“Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka” Q.S. An-Nisa,120

Harapan-harapan tinggi yang tidak sesuai dengan kemampuan. Berkata seorang aktifis muda islam dalam salah satu training motivasinya. “ Tidak perlu mati- matian mengejar sesuatu yang tidak bisa dibawa mati! ”- Gamal Albinsaid

Semakin tinggi kita membuat resolusi pencapaian besar untuk urusan karir, pendidikan, dan urusan kehidupan lainnya, semakin kita tidak pernah puas dengan hasil yang kita dapatkan. Seperti kisah ibunda kita Siti Hajar yang Allah abadikan menjadi salah satu rukun dalam ibadah haji. 

Beliau yang ketika itu mencari mata air untuk nabiyullah Ismail yang sedang menangis kehausan di tengah padang pasir yang tandus, tapi istri Nabi Ibrahim As tersebut tidak pernah bertemu dengan mata air yang tampak dari jauh namun tak kunjung terlihat di pelupuk mata. Terus dengan sabar beliau berlari dan mencari mengelilingi bukit Safa dan Marwah. 

Tapi ternyata sumber mata air malah memancar dari gesekan kaki mungil Nabi Ismail As. Banyak para ulama menafsirkan cerita ini sebagai salah satu kiasan kecil akan dunia yang Allah tampakkan sebagai ibrah bagi kita penduduk bumi. Begitulah dunia, semakin kita mengejar, semakin ia ingin dikejar. Fatamorgana yang takkan pernah usai untuk kita kejar.

Begitu juga tentang target dan usaha yang tidak berimbang dengan doa dan tawakkal. Kita kadang lupa ada Allah, zhat tempat kita menyerahkan segala usaha terbaik yang telah kita lakukan sebagai penentu dari hasil akhir. Hingga ketika semua harapan tidak sesuai dengan keinginan, kita takkan pernah terpuruk dan putus asa dengan segala pengharapan yang belum tercapai. Yakin akan takdir terbaik dari Allah. 

Baginda Rasulullah ketika ditanyai oleh para sahabat tentang tawakkal, maka beliau memberikan contoh menarik seperti yang diperlihatkan oleh burung. Rombongan burung yang keluar pagi hari dengan perut yang kosong dan kembali dalam keadaan kenyang.

Kata baginda Rasulullah, “ Orang-orang mukmin adalah yang hatinya seperti burung, yang selalu bertawakkal kepada Allah.” Menempatkan keyakinan utama pada Allah, menghadirkan Allah dalam setiap niat untuk membuat harapan-harapan terindah dalam hidup. Karena bonus dari Allah selalu jauh lebih indah dari semua target-target yang kita buat.

Refleksi kehidupan mengajarkan kita akan makna-makna hidup yang sesungguhnya. Semoga Allah senantiasa menghadirkan keberkahan dalam setiap nafas yang kita hirup, juga langkah yang kita tempuh, dan juga detik-detik terbaik usia yang selalu menuntun kearah yang lebih baik. 

Hal yang kadang juga sering sekali terlupakan, akan hakikat pertambahan angka usia. Kita terlalu mengkhawatirkan banyaknya harta dan kekayaan yang berkurang, tapi lupa untuk mengkhawatirkan umur yang terus berkurang, dengan bekal yang masih sangat sedikit. Seperti kata imam Hasan Al Basri ketika merenung akan usianya yang terus berkurang,

Sesungguhnya manusia hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu.”  Seperempat abad, izinkan saya kembali melanjutkan cerita untuk detik-detik hidup yang lebih bermakna, untuk harapan-harapan yang lebih mulia, dan untuk ihtiyar yang hanya karena Allah. Terima kasih Rabb untuk setiap doa-doa yang nyata dan hadiah-hadiah istimewa dalam hidup yang tak pernah usai.

Wardatul Ula-Turki
Di tengah salju yang menghujani hati,
Gaziantep, 01 Januari 2017

About the Author

Posted by bperspektif on Januari 06, 2017. Filed under , , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

By bperspektif on Januari 06, 2017. Filed under , , , . Follow any responses to the RSS 2.0. Leave a response

0 komentar for "Lembaran Baru Sang Perantau di Turki"

Leave a reply

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

    Blog Archive